Dari artikel saya di
kompasiana tanggal 5 March 2013
http://metro.kompasiana.com/2013/03/05/bedah-kampong-dki-jakarta-ala-jokowi-dan-ahok-540207.html
http://metro.kompasiana.com/2013/03/05/bedah-kampong-dki-jakarta-ala-jokowi-dan-ahok-540207.html
Saat in
Pemprov DKI Jakarta sedang berusaha merealisasikan program bedah kampong di
daerah pemukiman padat dan kumuh yang banyak tersebar di DKI Jakarta. Menurut
saya, ada satu ide yang sangat menarik dari program bedah kampong ini yaitu
pembangunan yang berbasis kampong dan bukan pembangunan berbasiskan pembangunan
sebuah kompleks rumah susun atau apartemen. Seperti yang sudah sering kita
ketahui bahwa sebagian besar masyarakat Indonesia masih menolak untuk tinggal
di rumah susun. Sehingga dengan design berbasis kampong ini maka problem
resistansi masyarakat yang menolak untuk direlokasi bahkan menolak kampungnya
dibedah dengan alasan tidak mau apabila harus tinggal di rumah susun dapat
diatasi.
Saya
mencoba untuk sekedar urun ide. Ide ini sebenarnya bukan ide original saya,
tapi didasarkan atas hasil pengamatan saya atas suatu wilayah pemukiman di
selatan kota Munich, Jerman; dengan beberapa modifikasi hasil dari angan-angan
saya setelah disesuaikan dengan keterbatasan lahan yang ada di Jakarta. Mungkin
pak Jokowi sudah punya design seperti ini, karena pak Jokowi sudah sering
wirawiri ke beberapa negara di Eropa. Sehingga kalau Pak Jokowi sudah mempunyai
design seperti ini, paling tidak ide saya ini bukan ide yang buruk, karena
idenya sama dengan ide Pak Jokowi. (:-D)
Design
pembangunan berbasiskan kampong ini adalah pembangunan rumah bertingkat tiga
atau empat dengan masing-masing lantai terdiri dari dua hunian. Sehingga dalam
satu bangunan rumah akan terdapat 6-8 hunian untuk 6-8 keluarga. Masing-masing
hunian bisa berukuran 36-45m2, dengan design interior yang nyaman bagi
penghuninya. Pada masing-masing hunian dilengkapi dengan balkon tempat penghuni
dapat menjemur baju dan sekedar bersantai. Sekedar ilustrasi saya lengkapi
dengan gambar skematik. Warna biru adalah lobi tempat tangga bersama terdapat,
sehingga untuk satu rumah hanya terdapat satu tangga bersama. Jarak antar rumah
satu dengan lainnya dapat menyesuaikan dengan kebutuhan, apakah hanya sekedar
sebagai jalan bagi pejalan kaki atau sekedar area hijau atau sekaligus selain
jalan dan juga dapat dipergunakan untuk menanam tanaman. Selain itu ada jalan
kampong di antara dua deretan rumah (warga abu-abu dalam sketsa). Di dalam
kampong ini dapat dibangun pula gedung perpustakaan kampong plus gedung
pertemuan warga dalam satu gedung, dan dilengkapi dengan taman sebagai tempat
sarana bersama untuk bermain bagi anak-anak dan tempat bersantai bersama bagi
warga. Tapi sayang, saya bukan seorang arsitek ataupun pemborong, jadi saya
tidak tahu berapa biaya yang dibutuhkan untuk membangun sebuah rumah dengan 6-8
hunian seperti itu.
No comments:
Post a Comment