Wednesday, 9 March 2016

Far from Heaven: Korban LGBT, apa yang harus dilakukan?


………. 
everyone deserves to be loved ………

Saat ini sedang marak kampanye untuk menunjukkan keberadaan kaum LGBT dan keinginan mereka untuk diakui dan diterima keberadaannya di masyarakat. Banyak pro dan kontra dengan kampanye tersebut. Masing-masing dengan argumentasinya atau bahkan dengan cacimakinya untuk menyiarkan pendapatnya. Akan tetapi, kedua kubu tersebut melupakan bahwa ada satu kelompok masyarakat yang justru harus dikedepankan untuk dibela, direngkuh dan dibantu dari segi aspek psikis maupun mentalnya, dan menurut saya lebih berharga daripada menangani si pelaku LGBT itu sendiri. Kelompok ini adalah korban dari kaum LGBT. Biarlah si kaum LGBT berkiprah dengan kaumnya sendiri, dan biarlah mereka melakukan apapun demi mencapai hal yang mereka inginkan yaitu pengakuan dan penerimaan dari masyarakat.

Kita semua pasti tahu bahwa LGBT belumlah dapat diterima dengan baik di lingkungan masyarakat Indonesia. Dan kebanyakan para kaum homoseksualitas ini menutupinya dengan cara menikah dengan lawan jenis, dan berpura-pura membentuk sebuah keluarga normal, dan bahkan seringkali dikaruniai anak. Ada yang kemudian berusaha melupakan perilaku homoseksualitasnya dan fokus kepada keluarganya, tetapi tidak sedikit pula yang mempunyai kehidupan ganda sebagai homo di belakang keluarganya. Untuk kaum homo yang berkeluarga tersebut, apakah itu tanda mereka sudah ‘sembuh’ dan ‘bertobat’? Tidak …… sama sekali tidak ……  karena sebenarnya karakter homoseksual itu bersifat epigenetis, sehingga ada gene yang menyandi karakter homoseksualitas ini (pada pria gay, gene ini terletak di kromosom X, dan terletak di sebuah lokus yang terdapat di area Xq28). Gene ini tidak dimiliki oleh kaum heteroseksual. Sementara dalam ilmu pengobatan modern, teknik untuk melakukan modifikasi genetik pada orang dewasa belum berkembang. Entah apakah sudah ada penelitian tentang memodifikasi genetik pada manusia dengan tujuan penyembuhan penyakit genetik dengan cara memotong gene penyandi atau penyisipan gene penyandi untuk menyembuhkan seperti halnya yang terjadi pada Genetically Modified Plant (seperti pada kasus autism, adalah karena duplikasi pada kromosom 15q – Dup15qsyndrome). Atau mungkin bisakah gene penyandi homoseksualitas tersebut ‘didiamkan’ (di-down regulated-kan) sehingga menjadi ‘silenced gene’, sehingga walaupun seseorang merupakan pembawa gene penyandi homoseksualitas tetapi dengan treatment khusus, maka gene tsb akan di’silence’kan?? Maaf, saya belum tahu tentang adanya penelitian mengenai Genetically Modified Human tersebut. 

Baru saja saya menonton sebuah film yang sangat apik besutan tahun 2002, dengan setting keluarga kaum menengah ke atas di sebuah kota di Amerika Serikat pada tahun 1950an, dengan judul ‘Far from Heaven’. Film ini dengan apiknya memaparkan tentang Kathy, seorang perempuan cantik sosialita kelas atas dan seseorang dengan kepribadian yang sangat baik hati, yang seharusnya membuatnya mampu menjadi seorang istri yang sempurna (dan dia telah berhasil menjadi seorang ibu yang sempurna untuk anak-anaknya), tetapi harus terus memendam kepedihan hatinya karena ternyata dia menikah dengan seorang laki-laki homoseksual. Homoseksualitas dan racism menjadi latar cerita yang dengan apik digambarkan di film tsb. Kathy hanya mampu diam, ketika kawan-kawannya menceritakan mengenai ‘betapa indah dan menyenangkan kehidupan seksual dengan suami masing-masing’. Karena pada kenyataannya, dia tidak mempunyai kehidupan seksual dengan suaminya. Hubungan seksual suami-istri yang dimilikinya hanya bersifat sekedarnya demi menghasilkan keturunan (mereka dikaruniai dua orang anak). Hari demi hari harus dia jalani dengan hati hampa dan ‘lapar’ oleh cinta. Hingga ada satu momen, ketika dia saling jatuh cinta dengan seorang tukang kebun yang telah duda dan berkulit hitam. Dan kemudian bagaimana hidup sudah sangat tidak adil kepadanya, ketika rumour tentang kedekatannya dengan seorang pria berkulit hitam merebak ke seantero kota, sesuatu yang sangat tidak pantas dilakukan di Amerika Serikat pada tahun 1950an tersebut, terutama karena seorang berkulit putih tidak pantas berteman dengan seorang berkulit hitam. Cibiran dari masyarakat, dimusuhi oleh para perempuan, dan bahkan makian dari sang suami harus ditelannya bersama dengan ketidakbahagiaannya karena menikah dengan seorang homoseksual, seorang  gay yang tidak bisa mencintainya sama sekali. Dan walaupun Kathy adalah perempuan yang cantik dengan hati yang cantik pula, suaminya tidak mampu mempunyai ketertarikan seksual dengannya. Makian dari suaminya hanyalah karena hal tersebut dianggap merusak reputasi keluarga mereka, bukan karena rasa cemburu.

Kathy adalah salah satu bentuk korban yang saya maksudkan. Dia korban dari karakter dan perilaku homoseksualitas dari suaminya dan tidak berdaya untuk menolong dirinya sendiri. Banyak kisah seperti ini di kehidupan nyata. Bahkan yang saat ini sedang heboh terjadi di Indonesia adalah kisah Saiful Jamil dan Indra Bekti. Mereka menutupi dan tidak jujur dengan keadaan dirinya pada saat menikah dengan perempuan. Dewi Persikk mungkin perempuan yang cukup kuat dan berani untuk kemudian bercerai dari Saiful Jamil ketika dia menyadari keadaan Saiful Jamil tersebut. Walaupun kemudian, saya ingat, justru nilai negative ditimpakan kepada Dewi Persikk sebagai penyebab perceraian mereka. Itu laksana, sudah jatuh masih ditimpa tangga untuk Dewi Persikk. Tetapi, mungkin istri Indra Bekti akan mengambil sikap seperti Kathy, yang terus melangkah dengan Indra Bekti dan memendam  semua luka, kesepian, lara dan perih hatinya demi anak-anak yang telah dilahirkan.

Saat ini, pesan yang ingin saya sampaikan kepada para pria homoseksualitas adalah tolong janganlah menikah. Hiduplah selibat atau kalau memang tidak mampu selibat, hiduplah bersama sesama kaum homoseksualitas. Selain pernikahan dengan perempuan itu hanya akan menyakitkan bagi istrinya, baik yang sejak awal sudah jujur kepada calon istri tentang keadaan homoseksualitasnya, maka lebih-lebih yang telah berbohong sejak awal.  Bahkan hal ini akan juga menjadikan kaum homo menjadi depresi dengan hidup bersama lawan jenis yang tidak mampu dicintainya, depresi karena harus memendam perasaan dan juga depresi karena kebutuhan seksual yang tidak terpenuhi.

Alasan yang kedua adalah, karakter homoseksualitas ini dipicu secara epigenetik, dan kita belum punya teknik untuk melakukan Geneticallay Modified Human. Dan karakter genetik berpotensi (bisa iya bisa tidak) menurun kepada keturunannya dan tidak dapat dipengaruhi oleh faktor lingkungan, kecuali oleh suatu keadaan yang sangat ekstrim maka memungkinkan adanya mutasi pada gene penyandi atau pada kromosom.

Ketika berpotensi menurun, gene penyandi homoseksualitas yang linkage di kromosom X, maka ketika kaum gay tersebut menikah, maka semua anak perempuan yang dihasilkan akan berpotensi mewarisi gene penyandi homoseksualitas tersebut. Bahkan apabila istrinya juga pembawa (carier) gene walaupun berperilaku heteroseksual, maka otomatis 50% kemungkinan anak perempuan akan menjadi lesbian, karena gene menjadi bersifat dominan. Tetapi bila anak laki-laki yang dilahirkan, apabila istrinya tidak membawa gene homo, maka anak laki-laki akan heteroseksual; tetapi apabila si istri carier gene homo, maka ada kemungkinan 50% anaknya menjadi gay pula. Karena gene homo linkage di kromosom X, maka anak perempuan dan anak laki-laki mempunyai kemungkinan yang sama untuk mewarisi gene tersebut. Dan ketika seorang lesbian menikah dengan pria hetero, maka semua anak perempuan akan membawa (carier) gene homoseksualitas (tetapi bisa berperilaku heteroseksualitas, karena hanya satu kromosom X yang membawa gene homoseksualitas), sementara anak laki-laki akan menjadi gay. 

Akan tetapi ada kemungkinan bahwa ekspresi genes penyandi homoseksual tsb bisa ditiadakan, dengan syarat saat kondisi sang ibu hamil selalu dalam keadaan hormonal balance. Akan tetapi imbalance hormonal akan menyebabkan genes penyandi berpotensi diekspressikan oleh janin yang lahir.

Saya tidak peduli dengan bagaimana agama akan mengatur kaum LGBT ini, dan bagaimana mereka nantinya di akhirat. Urusan agama orang lain bukan urusan saya. Tetapi tolong, hai kamu kaum gay dan lesbian, jangan kamu sakiti orang lain dengan dalih apapun. Jangan nikahi lawan jenismu hanya untuk menutupi kehidupan homo-mu. Karena semua orang berhak untuk bahagia dan dicintai. Seperti kata Kathy di Far from Heaven: everyone deserves to be loved.