………. everyone deserves to be loved ………
Saat ini sedang marak kampanye untuk menunjukkan keberadaan kaum
LGBT dan keinginan mereka untuk diakui dan diterima keberadaannya di
masyarakat. Banyak pro dan kontra dengan kampanye tersebut. Masing-masing
dengan argumentasinya atau bahkan dengan cacimakinya untuk menyiarkan
pendapatnya. Akan tetapi, kedua kubu tersebut melupakan bahwa ada satu kelompok
masyarakat yang justru harus dikedepankan untuk dibela, direngkuh dan dibantu
dari segi aspek psikis maupun mentalnya, dan menurut saya lebih berharga daripada
menangani si pelaku LGBT itu sendiri. Kelompok ini adalah korban dari kaum
LGBT. Biarlah si kaum LGBT berkiprah dengan kaumnya sendiri, dan biarlah mereka
melakukan apapun demi mencapai hal yang mereka inginkan yaitu pengakuan dan
penerimaan dari masyarakat.
Kita semua pasti tahu bahwa LGBT belumlah dapat diterima dengan
baik di lingkungan masyarakat Indonesia. Dan kebanyakan para kaum
homoseksualitas ini menutupinya dengan cara menikah dengan lawan jenis, dan
berpura-pura membentuk sebuah keluarga normal, dan bahkan seringkali dikaruniai
anak. Ada yang kemudian berusaha melupakan perilaku homoseksualitasnya dan
fokus kepada keluarganya, tetapi tidak sedikit pula yang mempunyai kehidupan
ganda sebagai homo di belakang keluarganya. Untuk kaum homo yang berkeluarga
tersebut, apakah itu tanda mereka sudah ‘sembuh’ dan ‘bertobat’? Tidak …… sama
sekali tidak …… karena sebenarnya karakter homoseksual itu bersifat
epigenetis, sehingga ada gene yang menyandi karakter homoseksualitas ini (pada
pria gay, gene ini terletak di kromosom X, dan terletak di sebuah lokus yang
terdapat di area Xq28). Gene ini tidak dimiliki oleh kaum heteroseksual.
Sementara dalam ilmu pengobatan modern, teknik untuk melakukan modifikasi
genetik pada orang dewasa belum berkembang. Entah apakah sudah ada penelitian
tentang memodifikasi genetik pada manusia dengan tujuan penyembuhan penyakit
genetik dengan cara memotong gene penyandi atau penyisipan gene penyandi untuk
menyembuhkan seperti halnya yang terjadi pada Genetically Modified Plant
(seperti pada kasus autism, adalah karena duplikasi pada kromosom 15q –
Dup15qsyndrome). Atau mungkin bisakah gene penyandi homoseksualitas tersebut
‘didiamkan’ (di-down regulated-kan) sehingga menjadi ‘silenced gene’, sehingga
walaupun seseorang merupakan pembawa gene penyandi homoseksualitas tetapi
dengan treatment khusus, maka gene tsb akan di’silence’kan?? Maaf, saya belum
tahu tentang adanya penelitian mengenai Genetically Modified Human
tersebut.
Baru saja saya menonton sebuah film yang sangat apik besutan tahun
2002, dengan setting keluarga kaum menengah ke atas di sebuah kota di Amerika
Serikat pada tahun 1950an, dengan judul ‘Far from Heaven’. Film ini dengan
apiknya memaparkan tentang Kathy, seorang perempuan cantik sosialita kelas atas
dan seseorang dengan kepribadian yang sangat baik hati, yang seharusnya
membuatnya mampu menjadi seorang istri yang sempurna (dan dia telah berhasil
menjadi seorang ibu yang sempurna untuk anak-anaknya), tetapi harus terus
memendam kepedihan hatinya karena ternyata dia menikah dengan seorang laki-laki
homoseksual. Homoseksualitas dan racism menjadi latar cerita yang dengan apik
digambarkan di film tsb. Kathy hanya mampu diam, ketika kawan-kawannya
menceritakan mengenai ‘betapa indah dan menyenangkan kehidupan seksual dengan
suami masing-masing’. Karena pada kenyataannya, dia tidak mempunyai kehidupan
seksual dengan suaminya. Hubungan seksual suami-istri yang dimilikinya hanya
bersifat sekedarnya demi menghasilkan keturunan (mereka dikaruniai dua orang
anak). Hari demi hari harus dia jalani dengan hati hampa dan ‘lapar’ oleh
cinta. Hingga ada satu momen, ketika dia saling jatuh cinta dengan seorang
tukang kebun yang telah duda dan berkulit hitam. Dan kemudian bagaimana hidup
sudah sangat tidak adil kepadanya, ketika rumour tentang kedekatannya dengan
seorang pria berkulit hitam merebak ke seantero kota, sesuatu yang sangat tidak
pantas dilakukan di Amerika Serikat pada tahun 1950an tersebut, terutama karena
seorang berkulit putih tidak pantas berteman dengan seorang berkulit hitam.
Cibiran dari masyarakat, dimusuhi oleh para perempuan, dan bahkan makian dari
sang suami harus ditelannya bersama dengan ketidakbahagiaannya karena menikah
dengan seorang homoseksual, seorang gay yang tidak bisa mencintainya sama
sekali. Dan walaupun Kathy adalah perempuan yang cantik dengan hati yang cantik
pula, suaminya tidak mampu mempunyai ketertarikan seksual dengannya. Makian
dari suaminya hanyalah karena hal tersebut dianggap merusak reputasi keluarga
mereka, bukan karena rasa cemburu.
Kathy adalah salah satu bentuk korban yang saya maksudkan. Dia
korban dari karakter dan perilaku homoseksualitas dari suaminya dan tidak
berdaya untuk menolong dirinya sendiri. Banyak kisah seperti ini di kehidupan
nyata. Bahkan yang saat ini sedang heboh terjadi di Indonesia adalah kisah
Saiful Jamil dan Indra Bekti. Mereka menutupi dan tidak jujur dengan keadaan
dirinya pada saat menikah dengan perempuan. Dewi Persikk mungkin perempuan yang
cukup kuat dan berani untuk kemudian bercerai dari Saiful Jamil ketika dia
menyadari keadaan Saiful Jamil tersebut. Walaupun kemudian, saya ingat, justru
nilai negative ditimpakan kepada Dewi Persikk sebagai penyebab perceraian
mereka. Itu laksana, sudah jatuh masih ditimpa tangga untuk Dewi Persikk.
Tetapi, mungkin istri Indra Bekti akan mengambil sikap seperti Kathy, yang
terus melangkah dengan Indra Bekti dan memendam semua luka, kesepian,
lara dan perih hatinya demi anak-anak yang telah dilahirkan.
Saat ini, pesan yang ingin saya sampaikan kepada para pria
homoseksualitas adalah tolong janganlah menikah. Hiduplah selibat
atau kalau memang tidak mampu selibat, hiduplah bersama sesama kaum
homoseksualitas. Selain pernikahan dengan perempuan itu hanya akan menyakitkan
bagi istrinya, baik yang sejak awal sudah jujur kepada calon istri tentang
keadaan homoseksualitasnya, maka lebih-lebih yang telah berbohong sejak
awal. Bahkan hal ini akan juga menjadikan kaum homo menjadi depresi
dengan hidup bersama lawan jenis yang tidak mampu dicintainya, depresi karena
harus memendam perasaan dan juga depresi karena kebutuhan seksual yang tidak
terpenuhi.
Alasan yang kedua adalah, karakter homoseksualitas ini dipicu
secara epigenetik, dan kita belum punya teknik untuk melakukan Geneticallay
Modified Human. Dan karakter genetik berpotensi (bisa iya bisa tidak) menurun kepada keturunannya dan tidak
dapat dipengaruhi oleh faktor lingkungan, kecuali oleh suatu keadaan yang
sangat ekstrim maka memungkinkan adanya mutasi pada gene penyandi atau pada
kromosom.
Ketika berpotensi menurun, gene penyandi homoseksualitas yang linkage di kromosom
X, maka ketika kaum gay tersebut menikah, maka semua anak perempuan yang
dihasilkan akan berpotensi mewarisi gene penyandi homoseksualitas tersebut. Bahkan apabila
istrinya juga pembawa (carier) gene walaupun berperilaku heteroseksual, maka
otomatis 50% kemungkinan anak perempuan akan menjadi lesbian, karena gene
menjadi bersifat dominan. Tetapi bila anak laki-laki yang dilahirkan, apabila
istrinya tidak membawa gene homo, maka anak laki-laki akan heteroseksual;
tetapi apabila si istri carier gene homo, maka ada kemungkinan 50% anaknya
menjadi gay pula. Karena gene homo linkage di kromosom X, maka anak perempuan
dan anak laki-laki mempunyai kemungkinan yang sama untuk mewarisi gene
tersebut. Dan ketika seorang lesbian menikah dengan pria hetero, maka semua
anak perempuan akan membawa (carier) gene homoseksualitas (tetapi bisa
berperilaku heteroseksualitas, karena hanya satu kromosom X yang membawa gene
homoseksualitas), sementara anak laki-laki akan menjadi gay.
Akan tetapi ada kemungkinan bahwa ekspresi genes penyandi homoseksual tsb bisa ditiadakan, dengan syarat saat kondisi sang ibu hamil selalu dalam keadaan hormonal balance. Akan tetapi imbalance hormonal akan menyebabkan genes penyandi berpotensi diekspressikan oleh janin yang lahir.
Saya tidak peduli dengan bagaimana agama akan mengatur kaum LGBT ini, dan bagaimana mereka nantinya di akhirat. Urusan agama orang lain bukan urusan saya. Tetapi tolong, hai kamu kaum gay dan lesbian, jangan kamu sakiti orang lain dengan dalih apapun. Jangan nikahi lawan jenismu hanya untuk menutupi kehidupan homo-mu. Karena semua orang berhak untuk bahagia dan dicintai. Seperti kata Kathy di Far from Heaven: everyone deserves to be loved.
No comments:
Post a Comment